Berita Utama
0
BLT yang Tergenang Gelap : Ketika Uang Orang Miskin Dipotong, dan Desa Kemiri Harus Menjawab
Karawang, Taktis.web.id - kembali bergolak. Di sebuah desa yang semestinya menjadi pelukan bagi warganya sendiri, angin pengaduan tiba dengan aroma getir : dugaan pungutan liar terhadap penerima BLT.
Sabtu, 29 November 2025, DPD LSM GMBI Distrik Karawang, bersama jajaran KSM Rengasdengklok dan Jayakerta, melangkah ke Desa Kemiri bukan dengan senyum, melainkan dengan sebuah pertanyaan besar yang menggantung seperti lampu terakhir dalam ruangan gelap :
“Mengapa hak orang miskin seperti sengaja dipreteli?”
Laporan masyarakat datang bertubi-tubi, lirih tapi tegas :
ada yang diminta Rp50.000, ada yang Rp100.000, bahkan ada yang mengaku ditarik Rp200.000 usai menerima BLT.
Alasannya?
Kata warga, hanya satu : “operasional.”
Sebuah dalih yang terdengar seperti tambalan lusuh di baju kekuasaan yang sudah terlalu sering disalahgunakan.
GMBI tidak datang membawa ramah. Karena apa yang terjadi bukan masalah salah paham.
Ini soal dugaan pemotongan bantuan bagi mereka yang hidup di tepian harapan.
Dan lebih dingin lagi, menurut keterangan warga, mereka yang diduga mengambil adalah mereka yang dipilih untuk mengayomi, bukan menguras.
Di titik ini, pertanyaan retoris tak bisa lagi ditahan :
Kalau bukan gelap, apa namanya?
Di ruang pertemuan yang menegang, April, Kepala Kesekretariatan DPD LSM GMBI Distrik Karawang, membuka percakapan investigatif dengan 100 pertanyaan berlandaskan hukum.
Bukan sekadar tanya-jawab. Tapi pembedahan sistematis tentang bagaimana pungli bisa tumbuh subur tanpa terdeteksi.
Pertanyaan-pertanyaan itu setiap satu di antaranya menggetarkan ruang diskusi : mulai dari UU Desa, UU Tipikor, UU Pelayanan Publik, UU Administrasi Pemerintahan, hingga Permendagri dan Perpres Anti-Pungli.
Seluruhnya diarahkan untuk menggali tiga hal :
1. Siapa memerintah?
2. Siapa memungut?
3. Siapa menikmati?
Dan barangkali, yang paling menyesakkan adalah ketika warga mengaku merasa takut, terintimidasi, dan tidak berdaya. Ketika mereka yang seharusnya melindungi malah terasa mengancam, maka kegagalan tata kelola bukan lagi asumsi, melainkan sinyal bahaya.
Di tengah tensi yang mulai mengeras, Sekdes Gunawan, didampingi aparat Trantib, mengambil posisi transparan.
Ia menerima keluhan masyarakat yang dibawa GMBI dan menyampaikan tiga komitmen :
- Memanggil dan Mengklarifikasi Seluruh RT di Desa Kemiri. Gunawan berjanji melakukan pemanggilan resmi, bukan untuk mencari kambing hitam tapi untuk mencari kebenaran. Termasuk memberikan edukasi tegas bahwa BLT tidak boleh dipotong satu rupiah pun, sesuai regulasi nasional.
- Bersinergi dengan GMBI dalam Pendataan, Edukasi, dan Pengawasan. Sebuah gebrakan yang jarang dilakukan desa : menawarkan kolaborasi dengan lembaga masyarakat untuk menciptakan ecosystem check and balance yang lebih sehat.
- Memberikan Sanksi kepada RT yang Terbukti Melakukan Pungli. Sanksinya bukan simbolis :
- Teguran resmi,
- Pengembalian uang pungutan kepada warga,
- Serta pemulihan mental bagi masyarakat yang merasa terintimidasi.
Komitmen ini menempatkan Sekdes Gunawan dalam posisi strategis : apakah ia benar-benar berniat bersih-bersih… atau sekadar memadamkan api sesaat?
April mengapresiasi sikap terbuka Sekdes.
Bukan karena semuanya beres tentu belum.
Tapi karena untuk pertama kalinya, Desa Kemiri membuka pintu dialog tanpa defensif. Tanpa menolak. Tanpa menutup-nutupi.
April menekankan bahwa GMBI datang bukan untuk menyerang, tetapi meluruskan, menguatkan, dan memastikan bahwa setiap rupiah milik warga miskin sampai utuh ke tangan mereka.
Bagi April, kolaborasi yang ditawarkan desa adalah langkah positif—selama jalannya terang, akuntabel, dan tanpa kepentingan tersembunyi.
Meskipun desa telah berkomitmen, ada hal-hal yang masih menunggu jawaban : Bagaimana bisa dugaan pungli terjadi di lebih dari satu RT tanpa deteksi awal?
Apakah ada pola?
Apakah ada pihak lain yang menikmati uang itu?
Apakah benar hanya “oknum RT”, atau ada aktor yang berdiri di belakang layar?
Dan yang paling menentukan reputasi Desa Kemiri : Apakah desa berani membuka hasil investigasi secara terbuka kepada publik?
Dialog hari ini bukan penetapan bersalah. Semua informasi yang diangkat merupakan laporan warga dan proses dialog resmi yang sudah berlangsung.
Namun satu hal jelas : warga kecil tidak boleh berdarah dua kali melalui kemiskinan, dan melalui pungutan ilegal.
Kini, Desa Kemiri berada pada simpang jalan : Menjadi contoh desa yang berani bersih-bersih… Atau menjadi catatan kelam dalam administrasi Karawang.
Sementara itu, publik menunggu. Aparat penegak hukum memperhatikan. Dan para warga mulai berani bersuara.
Desa Kemiri punya kesempatan besar untuk pulih atau tenggelam.
(*)
Via
Berita Utama

Lintas Indonesia
Taktis.web.id
Zonix.web.id
Pojok Media
Politikanews
Gepani.web.id
Borneonews.web.id
Kalbarsatu.web.id
Karawang Bergerak
Bukafakta.web.id
Radarkita.web.id
Inspirasi.web.id
Indeka.web.id
Kampara.web.id
Linkbisnis.co.id
Expose.web.id
Suarakotasiber
RIzki Suarana