Berita Utama
0
Jika BPR Karyajatnika Sadaya Tetap Diam, Bersiaplah Mendengar Teriakan Masyarakat Menuntut Keadilan
Karawang, Taktis.web.id - ada sebuah gedung bank yang tampak biasa saja dari luar sunyi, rapi, tak memberi firasat apa pun. Namun dari balik pintunya, menurut laporan masyarakat dan hasil pendampingan mediasi yang dihimpun GMBI, ada bayang-bayang persoalan yang mulai menguar. Bayang-bayang itu gelap, pekat, dan kini makin terasa berat napasnya.
Gelombang keresahan ini bermula dari cerita-cerita yang datang berbisik. Cerita tentang perjanjian kredit yang diduga tak seimbang. Tentang keluarga yang kehilangan pencari nafkah namun masih diburu kewajiban yang tak pernah mereka pahami penuh. Tentang mediasi yang dianggap memojokkan, bukan merangkul.
Dan kini, cerita-cerita itu tak ingin berbisik lagi. Mereka ingin bicara lantang.
Tim advokasi LBH GMBI Karawang, yang terjun langsung mendampingi mediasi nasabah dengan pihak BPR KARYAJATNIKA SADAYA, menemukan sejumlah pola yang mereka nilai perlu disorot.
1. Dugaan Perjanjian Sepihak yang Membengkokkan Asas Hukuman Privat
Dalam hasil mediasi ditemukan, perjanjian kredit mengandung klausula yang memberi kewenangan besar pada bank, seolah-olah mampu mengambil peran hakim sekaligus juru sita tanpa jalur peradilan.
April menilai dugaan itu serius : “Kalau benar dokumen-dokumennya seperti itu, kita sedang bicara soal hilangnya akses keadilan pada pihak yang paling lemah.”
2. Keluarga Debitur Wafat yang Mengetuk Pintu, Namun Tak Dibukakan
Dalam pendampingan mediasi, keluarga mengaku datang dengan itikad baik untuk melunasi sisa kewajiban almarhum. Namun yanh didapat hanya penolakan.
“Pertanyaan dasarnya sederhana : jika keluarga mau menyelesaikan, mengapa prosesnya tidak dipermudah?” kata April.
3. Ketika Kemanusiaan Terasa Mahal
Adanya nasabah menyebut masih dibebani kewajiban penuh meski debitur telah meninggal dunia. Laporan ini membuat publik mempertanyakan asas kemanfaatan dan kewajaran.
4. Dokumen Fidusia yang Diduga ‘Disembunyikan’ dari Nasabah
Dari pendampingan mediasi, muncul ditemukan bahwa Kepala Cabang BPR Karyajatnika Sadaya menyampaikan nasabah tidak berhak memegang dokumen fidusia.
April menghela napas panjang sebelum bicara : “Perjanjian itu dibentuk dua pihak. Justru tak ada kepastian hukum jika salah satu pihak buta terhadap dokumen yang mengikatnya.”
5. Pertanyaan Soal Penghapusan Perikatan Saat Debitur Wafat
Laporan masyarakat menggugah isu Pasal 1381 KUHPerdata : bahwa beberapa jenis perikatan dapat hapus ketika pihak yang terikat meninggal dunia terutama bila bersifat pribadi. Beberapa kredit konsumtif dinilai publik masuk dalam ranah ini.
6. Isu Tidak Diterapkannya Asuransi Jiwa Kredit
Dalam pendampingan GMBI, ditemukan kegelisahan : nasabah mengaku tidak pernah diinformasikan keberadaan asuransi jiwa kredit, padahal ini standar di banyak produk sejenis.
7. Dugaan Ketidakseimbangan Informasi dan Klausula yang Membebani
Tim advokasi LBH GMBI Karawang mendapati perjanjian kredit memuat klausula yang dirasa memberatkan satu pihak. Ini menyeret pertanyaan tentang perlindungan konsumen.
April Kepala Kesekretariatan DPD LSM GMBI Distrik Karawang menyampaikan jika BPR KARYAJATNIKA tetap keras kepala berdiam diri tidak memahami dan menerima itikad baik keluarga nasabahnya sendiri yang ditinggal dalam duka, maka bersiap ratusan orang akan berdiri di depan kantor BPR tersebut. Bukan untuk menebar ketakutan, tapi untuk menyampaikan pesan yang selama ini seolah tidak terdengar.
Aksi ini, yang dilindungi undang-undang, dimaksudkan sebagai mekanisme kontrol sosial. Tertib, terarah, dan tetap menjunjung tinggi hukum.
April, menegaskan: “Kami datang membawa data yang berasal dari laporan masyarakat dan pendampingan mediasi. Kami tidak menghakimi. Kami meminta kejelasan. BPR KS berhak menjelaskan. Masyarakat berhak tahu.”
Namun nada suaranya tidak bisa menutupi sesuatu, semacam kegelisahan mendalam.
Seperti ada yang menumpuk terlalu lama, seperti ada luka yang dibiarkan mengering tanpa pernah diobati.
Di tengah semua dugaan ini, satu hal menjadi pusat kecemasan :
- Bagaimana jika warga kecil benar-benar tidak memahami apa yang mereka tanda tangani?
- Bagaimana jika akses terhadap dokumen penting tertutup?
- Bagaimana jika keluarga debitur meninggal dunia tetap dibebani tanggung jawab yang tak pernah mereka setujui?
Dan yang paling mengerikan dari semua pertanyaan itu adalah : Bagaimana kalau semua terjadi dalam diam?
Hingga tulisan ini diterbitkan, pihak PT BPR Karyajatnika Sadaya Cabang Karawang belum memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut.
GMBI menegaskan bahwa mereka masih membuka ruang dialog penuh kehormatan kepada pihak bank.
April menutup dengan dingin namun penuh harap : “Kami hanya meminta terang. Kami ingin memastikan tidak ada lagi keluarga kecil yang berjalan dalam gelap tanpa memegang dokumen, tanpa informasi, tanpa perlindungan, tanpa keadilan.”
Di Karawang, bayang-bayang itu kini tak lagi berbisik. Ia mengetuk pintu.
Pertanyaannya : siapa yang akan membuka?
(*)
Via
Berita Utama

Lintas Indonesia
Taktis.web.id
Zonix.web.id
Pojok Media
Politikanews
Gepani.web.id
Borneonews.web.id
Kalbarsatu.web.id
Karawang Bergerak
Bukafakta.web.id
Radarkita.web.id
Inspirasi.web.id
Indeka.web.id
Kampara.web.id
Linkbisnis.co.id
Expose.web.id
Suarakotasiber
RIzki Suarana